Breaking News
Loading...
Monday, November 2, 2015

Selain Terlalu Banyak Oper Bola, Apa Lagi Salah 'Setan Merah'?

Usai bermain imbang 0-0 dengan Manchester United, pemain-pemain Crystal Palace memberikan penilaian mereka: 'Setan Merah' terlalu banyak mengoper bola, minim ciptakan ancaman. Di mana salahnya?


ShadowPrediksi - Pada pertandingan yang berlangsung di Selhurst Park, Sabtu (31/10) lalu, tim besutan Louis van Gaal itu memang mendominasi penguasaan bola. Tetapi, untuk urusan menciptakan peluang bersih, Palace memang lebih banyak. Yohan Cabaye dkk. lebih banyak memberikan ancaman ketimbang Wayne Rooney cs.

Cabaye sendiri sudah memberikan penilaiannya: "Ya, mereka adalah klub besar dan ya, mereka bisa menguasai bola. Mengoper, mengoper, mengoper. Tapi kalau Anda bekerja keras melawan mereka, dan tetap menjaga bentuk formasi Anda, mereka tidak bisa melakukan apapun untuk melewati Anda atau tampil berbahaya."

Cabaye benar. Palace tampil disiplin pada laga tersebut. Shape atau bentuk positional formasi mereka terjaga sepanjang pertandingan. United, yang kekurangan kreativitas, pun kesulitan untuk menembusnya.

[Baca Juga: 'Setan Merah' Tanpa Kreativitas Penyerangan]

Simak juga apa yang dikatakan oleh penggawa Palace lainnya, Scott Dann: "Memang begitulah gaya main mereka. Mereka ingin selama mungkin menguasai bola, menjauhkannya dari tim Anda. Tapi, itu artinya mereka tidak menciptakan banyak peluang atau mengancam tim Anda seperti di masa lalu. Mereka masih punya kualitas, jadi Anda harus hati-hati. Dan dibandingkan langsung menyerang Anda, mereka sekarang lebih suka mengoper ke kiri-kanan untuk membuat Anda lelah."

Baik Cabaye maupun Dann sama-sama menyebutkan bahwa United hanya berputar-putar saja. Meski demikian, kalau mau menilik, ada beberapa momen di mana United melakukan direct pass dan penetrasi langsung ke pertahanan Palace.

Di babak pertama, Anthony Martial satu kali mengirimkan umpan terobosan langsung ke jantung pertahanan Palace. Umpan terobosan tersebut lewat di antara dua bek Palace dan nyaris menjadi peluang, andai Wayne Rooney lebih cepat menerima bola.

Di babak kedua, masuknya Ashley Young sebagai full-back kanan membuat United lebih rajin melakukan tusukan ke sisi kiri pertahanan Palace. Namun, hasil akhir dari serangan tersebut acapkali buruk.

Di mana letak salah 'Setan Merah'? Salah satunya adalah United minim kecepatan di lini depan. Ini terlihat dari bagaimana Rooney, yang diplot sebagai penyerang tengah, kesulitan menerima umpan terobosan Martial. Rooney seolah-olah sudah kehilangan kecepatannya. Sementara, Martial --satu-satunya pemain depan United saat ini yang punya kecepatan-- malah ditaruh sebagai sayap kiri, sebagai penyuplai, bukan sebagai penerima.

Minimnya kecepatan tersebut diikuti juga dengan minimnya penetrasi. Hanya Martial yang bisa melakukan penetrasi. Sementara Ander Herrera ataupun Juan Mata --yang diplot sebagai penyerang sayap sebelah kanan-- bukan tipikal pemain yang biasa menusuk pertahanan lawan dengan dribel.

(Note: Di sinilah dilema untuk United. Di satu sisi, Martial dibutuhkan untuk melakukan penetrasi dari sisi sayap. Sementara, di sisi lain, kecepatannya juga dibutuhkan sebagai penyerang tengah. United sebenarnya bisa mengakali isu penetrasi dengan memainkan Ashley Young di sisi kiri atau Memphis Depay --kalau performanya sudah lebih baik. Sedangkan di sisi kanan, Jesse Lingard belakangan jadi opsi kalau penetrasi buntu)

Kesalahan lainnya, United terlalu lamban dalam mengoper bola. Padahal, seperti yang dikatakan sendiri oleh Louis van Gaal, mereka tampil apik ketika mengalahkan Everton 3-0 dengan senjata operan-operan cepat. Itu adalah kali terakhir United mampu mencetak gol di Premier League sampai sejauh ini.

Setelah laga tersebut, United kerap terlalu lama memegang bola sehingga momentum untuk langsung melepaskan operan ke depan pun lewat.

Lalu, apa yang perlu dilakukan? Melihat minimnya penetrasi, Van Gaal idealnya memberikan lebih banyak kebebasan kepada pemain-pemain depannya. Musim ini, formasi 4-2-3-1 dan strategi yang diterapkannya di tim terbilang kaku.

Ketika United mendatangkan sejumlah pemain kelas satu di awal musim lalu, dan akhirnya menang 4-0 atas Queens Park Rangers, Van Gaal sempat mengatakan bahwa para penggemar United bisa menantikan permainan menyerang yang mengalir. Namun, rencana itu buyar ketika di laga berikutnya United takluk 3-5 di tangan Leicester City. Van Gaal langsung menyebut, timnya tidak memiliki keseimbangan yang tepat.

Perihal keseimbangan itulah yang membuatnya memilih untuk tampil kaku nyaris sepanjang musim. Sampai kemudian, ia menemukan formasi yang tepat. Pada pertengahan Maret hingga pertengahan April 2015, United meraih empat kemenangan beruntun, di mana tiga di antaranya diraih atas Tottenham Hotspur, Liverpool, dan Manchester City.

Dalam periode tersebut, Van Gaal memasang formasi 4-1-4-1 yang pada penerapannya mirip dengan 4-3-3. Tidak hanya menemukan keseimbangan di lini tengah, kala itu United juga bermain cair di lini depan.

Form bagus itu buyar ketika Michael Carrick mengalami cedera pada laga melawan City. Tanpa Carrick sebagai holding midfielder sekaligus pelindung lini pertahanan, United mati kutu. Pendapat Van Gaal soal minimnya keseimbangan terjustifikasi dengannya.

Musim ini, seharusnya Van Gaal sudah punya lini tengah yang jauh lebih baik dan lebih seimbang. Carrick kini tak lagi sendirian. Bersamanya, ada juga Bastian Schweinsteiger dan Morgan Schneiderlin. Malah, Schneiderlin tampil apik dalam beberapa laga terakhir dalam melindungi pertahanan.

Dalam catatan Squawka, Schneiderlin sukses melakukan 27 intersep, 16 clearance, dan 2 blok dalam 10 penampilannya di Premier League sejauh ini. Catatan tersebut merupakan yang terbaik di antara gelandang-gelandang yang dimiliki United.

Tidak hanya jago dalam melindungi pertahanan, gelandang asal Prancis itu juga bagus dalam membagi bola. Schneiderlin memiliki rara-rata akurasi operan sebesar 91%, lagi-lagi yang terbaik di antara gelandang-gelandang The Red Devils.

Hadirnya Schneiderlin seharusnya bisa membuat Van Gaal menerapkan formasi dan strategi seperti di ujung musim lalu. Alih-alih memaksakan main 4-2-3-1 dengan double pivot, Van Gaal bisa mendorong salah satu gelandang tengahnya lebih ke depan, entah itu Bastian Schweinsteiger ataupun Marouane Fellaini.

Pada laga melawan CSKA Moskow di matchday III Liga Champions, masuknya Fellaini --menggantikan Schweinsteiger-- di awal babak kedua cukup memberikan angin segar kepada United. Berbeda dengan Schweinsteiger yang diplot untuk berduet dengan Schneiderlin mengawal lini tengah, Fellaini diplot untuk lebih membantu serangan.

Masuknya Fellaini membuat konsentrasi bek tengah sebelah kanan CSKA, Alexei Berezutski, terpecah. Dari yang tadinya membantu sang full-back kanan, Mario Fernandes, melakukan double cover kepada Martial --penyerang sayap kiri United saat itu--, ia jadi lebih fokus mewaspadai Fellaini yang kapan pun bisa masuk ke dalam kotak penalti atau memberikan operan di depan kotak penalti CSKA.

Pada babak kedua laga tersebut, Fellaini dan Ander Herrera, berperan membantu serangan. Fellaini di sisi kiri, Herrera di sisi kanan. Sementara tugas menjadi poros di lini tengah sekaligus melindungi pertahanan diserahkan kepada Schneiderlin.

Terbukti, perubahan bentuk formasi tersebut membuat United mampu keluar dari tekanan dan akhirnya menciptakan 1 gol. Sialnya buat mereka, kendati akhirnya menciptakan banyak peluang, mereka gagal meraih kemenangan. Skor akhir 1-1.

Buruknya penyelesaian akhir memang juga jadi masalah tersendiri di lini depan United. Well, ini PR lain lagi buat Van Gaal.

0 comments :

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Back To Top