Breaking News
Loading...
Tuesday, March 22, 2016

LEGENDA: Gabriel Batistuta, Monster Nomor 9 Sejati


Tembakannya keras. Kedua kakinya hidup. Dia juga jago dalam duel udara, punya modal kecepatan lari, pakar eksekusi bola 
mati, dan punya karisma sebagai pemimpin. Gabriel Batistuta seperti referensi sosok bomber yang sempurna di dunia sepak bola modern.

Pada masa kejayaannya, Batistuta dikenal sebagai monster kotak penalti mengerikan bagi lawan. Dia penjelmaan striker bertipe nomor 9 sejati dengan kemampuan komplet.
Kemasyhuran Batistuta terjadi ketika membela Fiorentina. Bersama klub Italia itu, dia seperti ikon dan legenda hidup.
Pria kelahiran 1 Februari 1969 tersebut mengoleksi 207 gol dalam 332 partai di berbagai ajang. Di liga, Batigol - julukan yang mewakili ketajamannya - menceploskan 168 gol.
Torehan terbanyak lahir melalui kaki dominannya: kanan. Dengan kaki tersebut, Bati melesakkan 92 gol.
Namun, kaki kirinya tetap berbahaya karena menelurkan 15 gol. Pria bergaris keturunan Italia itu juga mengerikan di udara.
Sebanyak 30 gol lahir melalui sundulan atau 18 persen dari total gol liga buat Fiorentina.
Masih kurang? Tambahkan fakta dirinya menjadi eksekutor set-piecemenakutkan bagi musuh berbekal kekuatan tembakan.
La Gazzetta dello Sport mencatat rekor personal kecepatan tendangan Batistuta mencapai angka 106 kilometer per jam.
Karena anugerah kekuatan tersebut, Batigol lebih sering mengambil kesempatan tendangan bebas dari jarak yang lebih jauh.
"Bagi saya, Batistuta adalah bomber terbaik yang pernah saya lihat," kata legenda terbesar timnas Argentina, Diego Maradona, memuji sang junior.
Pujian legenda sekelas Maradona cukup membuktikan status Batistuta sebagai ikon top generasi 1990-an. Periode itu menandai kejayaan Liga Italia sebagai kompetisi terbaik di dunia.
Jauh sebelumnya, bibit legenda Batigol sudah ditemukan pada sebuah tempat, sekitar 800 kilometer di sebelah utara ibu kota Argentina, Buenos Aires.
Nama kotanya Reconquista. Kala itu, timnas junior Argentina menyusun agenda uji coba menghadapi tim lokal beranggotakan anak-anak Reconquista.
Hasilnya, kelompok bocah lokal menang 2-1. Batistuta menjadi sorotan karena mencetak dwigol kemenangan timnya.
Aksinya menarik minat pelatih tim junior Newell's Old Boys, Jorge Griffa. Ia yakin si anak bakal menjadi pemain spesial jika diasah secara intensif.
"Dia tidak tahu bagaimana menyundul bola secara tepat dan tak punya fisik seorang pesepak bola," ucap Griffa.

Gabriel Batistuta (tengah) dipuja fans garis keras AS Roma setelah membantu klub menjuarai Serie A dalam laga terakhir musim 2000-2001 melawan Parma di Olimpico, 17 Juni 2001.
Sang bocah berbakat akhirnya diangkut ke Newell's sebagai klub profesional pertamanya pada 1988-1989.
Setelah membela River Plate semusim kemudian, bakat besar Batisuta baru terbit bersama Boca Juniors pada 1990-1991.
Penampilannya di klub tersebut mengantar dia terbang ke Italia guna memperkuat Fiorentina. Di klub berjulukan La Viola (Si Ungu), Bati tak pernah absen mencetak dua digit gol dalam 9 musim (1991-2000).
Walau berstatus ikon hidup Fiorentina, dia butuh tantangan berbeda dalam menjalani karier.
"Sangat sedih meninggalkan Fiorentina, tapi kehidupan tak mengubah saya. Yakinlah bahwa keputusan ini tepat," kata Batistuta sambil menangis saat memberi salam perpisahan bagi La Viola di La Repubblica, 15 Mei 2000.
Keyakinan itu pun terjawab berkat scudetto perdana sang bomber dalam musim debutnya bersama AS Roma (2000-2001).
Gelar itu tak pernah ia rasakan selama membela La Viola hampir sedekade dan menjadi scudetto tunggal selama berkiprah di Italia. Cukup ironis bagi seorang kolektor gol terbanyak ke-11 dalam daftar top scorer sepanjang masa Serie A (184 gol).

Setelah membela Roma, Batistuta mencicipi peruntungan dalam usia senja bersama Inter Milan (2002-2003) dan klub Qatar, Al-Arabi (2003-2005).
Usai gantung sepatu pada Maret 2005, Bati mengalami tahap krusial lain dalam kehidupannya.
Ia merasakan rasa sakit luar biasa pada engkel kaki sebagai akibat cedera di pengujung karier. Problem itu membuat Batistuta meminta dokter mengamputasi kakinya.
"Dokter mengatakan saya gila, tapi saya tak bisa menahan sakit lebih lama," ucapnya pada usia 36 tahun.
Untung buat Batistuta, dirinya mampu keluar dari periode kelam setelah dokter menanam sekrup pada kakinya guna mendukung kinerja kartilago dan tendon. Masalah itu terjadi karena fisik Bati diforsir secara konstan semasa menjadi pemain.
Dalam karier aktif yang terbentang 17 tahun, gelontoran golnya tak sebanyak superstar Argentina masa kini, Lionel Messi.
Namun, peran Batisuta penting dalam mebentuk sejarah keemasan Serie A menjelang pergantian milenium.
Ia juga meninggalkan rekor di timnas yang belum dipecahkan siapa pun, termasuk Messi, sebagai raja gol sepanjang masa Argentina dengan 56 gol.
Selepas pensiun, Batistuta lebih banyak bekerja di balik layar. Ia menjadi anggota staf teknik timnas Argentina pada 2010.
Di level klub, Bati diangkat sebagai sekretaris teknik klub Argentina, Colon. Secara global, dirinya menjadi bagian kontingen pendukung Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022.

0 comments :

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Back To Top